Zakat Investasi, Saham dan Obligasi
Mata Kuliah : Fiqih Zakat
Dosen : Al-Fakhri Zakirman Lc, MA.
Nama : Vina Uswatun Hasanah
Nim : 11533009
Kelas : V B Manajemen Dakwah
Zakat Investasi
Saham
dan surat-surat berharga (obligasi) merupakan salah satu objek zakat yang
tercantum dalam literatur fiqih zakat kontemporer. Saham dan surat-surat
berharga adalah harta yang berkaitan dengan perusahaan dan kepemilikan saham.
Yusuf Al-Qaradhawi mengemukakan dua pendapat berkaitan dengan kewajiban zakat
atas saham perusahaan: Pertama, jika perusahaan itu merupakan perusahaan
industri murni, artinya tidak melakukan kegiatan perdagangan, maka sahamnya
tidaklah wajib dizakati. Contohnya perusahaan hotel, biro perjalanan, dan
angkutan (darat, laut, udara). Alasannya adalah saham-saham itu terletak pada
alat-alat, perlengkapan, gedung-gedung , sarana dan prasarana lainnya. Akan tetapi
keuntungan yang ada dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut, lalu
zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya.
Kedua, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni
yang membeli dan menjual barang-barang, tanpa melakukan kegiatan pengolahan,
seperti perusahaan yang menjual hasil-hasil industri, perusahaan dagang
internasional, perusahaan ekspor-impor, maka saham-saham atas perusahaan itu
wajib dikeluarkan zakatnya. Hal yang sama berlaku pada perusahaan industri dan
dagang, seperti perusahaan yang mengimpor bahan-bahan mentah, kemudian mengolah
dan menjualnya, contohnya perusahaan minyak, perusahaan pemintalan kapas dan
sutera, perusahaan besi dan baja, dan perusahaan kimia.
Apabila sebuah perusahaan sudah membayarkan kewajiban
zakat hartanya, para pemilik saham tidak lagi berkewajiban mengeluarkan zakat
dari kepemilikan saham. Namun, bila perusahaan tidak membayarkan kewajiban
zakat hartanya, maka para pemilik saham wajib mengeluarkan zakat saham dengan
perhitungan zakat sebagai berikut:
a. Apabila kepemilikan saham bertujuan untuk penerimaan
deviden (laba perusahaan), saham tersebut masuk dalam ketentuan wajib zakat
dari kategori aset keuangan. Yaitu, dengan ketentuan sebagai berikut: Jika
pemilik saham dapat mengetahui nilai setiap saham dari total kekayaan
perusahaan yang wajib zakat, si pemilik tersebut wajib membayar zakat
kepemilikan sahamnya sebesar 2,5% dari nilai saham tersebut. Akan tetapi, jika
si pemilik tidak dapat mengetahuinya, maka laba saham tersebut dengan aset
keuangan lainnya harus digabungkan.
b. Seandainya kepemilikan saham bertujuan untuk
diperjualbelikan (capital gain), saham tersebut masuk dalam ketentuan wajib
zakat dari kategori zakat perniagaan.
Contoh : Ibu Ani memiliki 500.000,- lembar saham PT.
Abadi Jaya. Harga nominalnya Rp 5.000,- per lembar. Pada akhir tahun buku, tiap
lembar saham memperoleh deviden Rp 500,-. Perhitungan zakatnya adalah sebagai
berikut:
1. Nilai saham (book value) 500.000 x Rp 5.000,- Rp
2.500.000.000,
2. Deviden (500.000 x Rp 500) Rp
250.000.000, Total Rp 2.750.000.000,
Zakat yang dikeluarkan: 2,5% x Rp 2.750.000.000 = Rp
68.750.000
Didin, Hafidhuddin (2008). Zakat dalam Perekonomian Modern. Depok : Gema Insani
Hasan, M. A.
(2006). Zakat dan infak: salah satu solusi mengatasi problema sosial di Indonesia.
Kencana Prenada Media Group.
Komentar
Posting Komentar