Badal Haji



Mata Kuliah : Fiqih Haji
Dosen : Al-Fakhri Zakirman Lc, MA.
Nama : Vina Uswatun Hasanah                                                                                       
Nim : 11533009
Kelas : V B Manajemen Dakwah
Badal Haji
     Badal secara bahasa bisa artinya: ganti / pengganti atau digantikan. Secara definisi Badal Haji adalah menggantikan orang lain dalam melaksanakan Ibadah Haji karena adanya halangan-halangan tertentu. seperti penyakit, usia tua (uzur) atau kematian bagi yang seharusnya melaksanakan kesemua Rukun Islam. Semisalnya kita orang yang mampu melaksanakan rukun islam, terus kita punya keluarga yang sudah meninggal maka kita boleh menaikkan haji orang tersebut asalkan kita atau orang yang menggantikan sudah pernah menunaikan ibadah haji juga. Lebih disarankan yang menjadi Badal Haji tersebut adalah Saudara sendiri.
     Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa badal haji dilakukan dalam salah satu dari dua kondisi; ketika yang diwakilkan masih hidup atau yang diwakilkan telah meninggal dunia.
     Berkenaan dengan kondisi pertama, para ulama berbeda pendapat akan kebolehannya. Imam Hanafi, Syafi’i dan Hanbali membolehkannya dengan syarat orang tersebut memiliki uzur syar’i yang berlaku seumur hidupnya, atau setidaknya diduga akan berlangsung seumur hidup. Contohnya orang lanjut usia atau yang menderita sakit tanpa harapan sembuh, yang karena telah memiliki kemampuan secara ekonomi masuk dalam kategori wajib haji.

     Para imam tersebut juga sepakat bahwa hilangnya uzur yang menghalangi seseorang untuk menunaikan haji sendiri juga menghilangkan hakya untuk mewakilkan pelaksanaan ibadah tersebut kepada orang lain.
     Pendapat yang sama juga disampaikan oleh para Imam mazhab tersebut dalam kondisi kedua, yaitu ketika orang yang diwakilkan telah meninggal dunia. Perbedaan pendapat di antara mereka hanya terjadi dalam kasus apakah biaya pelaksanaannya diambil dari harta peninggalan si mayit atau dari ahli warisnya. Imam mazhab Syafi’i dan Hanbali menyatakan biaya pelaksanaannya dapat diambil dari harta peninggalannya. Sedangkan para pengikut Imam Hanafi menyatakan bahwa biayanya diambil dari harta ahli waris.
Adapun alasan ulama yang memperbolehkan badal haji adalah berdasarkan kepada beberapa hadis berikut ini:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ الْفَضْلِ أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِى شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللَّهِ فِى الْحَجِّ وَهُوَ لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِىَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « فَحُجِّى عَنْهُ ».
1. Hadist riwayat Ibnu Abbas dari al-Fadl: "Seorang perempuan dari kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah, ayahku telah wajib haji tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi duduk di atas kendaraan?". Jawab Rasulullah: "Kalau begitu lakukanlah haji untuk dia!" (H.R. Bukhari, Muslim dll.).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّى نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ ، فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ « نَعَمْ . حُجِّى عَنْهَا ، أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ ، فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ »
2. Hadist riwayat Ibnu Abbas ra: " Seorang perempuan dari bani Juhainah datang kepada Nabi s.a.w., ia bertanya: "Wahai Nabi Saw, Ibuku pernah bernadzar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?. Rasulullah menjawab: Ya, hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi" (H.R. Bukhari & Nasa'i).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ :مَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».
3. Riwayat Ibnu Abbas, pada saat melaksanakan haji, Rasulullah s.a.w. mendengar seorang lelaki berkata "Labbaik 'an Syubrumah" (Labbaik/aku memenuhi pangilanMu ya Allah, untuk Syubrumah), lalu Rasulullah bertanya "Siapa Syubrumah?". "Dia saudaraku, wahai Rasulullah", jawab lelaki itu. "Apakah kamu sudah pernah haji?" Rasulullah bertanya. "Belum" jawabnya. "Berhajilah untuk dirimu, lalu berhajilah untuk Syubrumah", lanjut Rasulullah. (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain). Syekh al-Albani menilai hadis ini shahih.

     Syarat Menggantikan Orang Haji
1. Fisiknya terus menerus berada dalam kondisi lemah hingga akhir hayatnya.
2. Ibadah haji tersebut diniatkan atas nama orang yang diwakilkan.
3. Semua biaya harus ditanggung oleh orang yang dihajikan.
4. Hendaknya orang yang mengerjakan ibadah haji mengerjakannya sesuai dengan permintaan.
5. Perwakilan haji ini hanya berlaku untuk satu orang. Dengan demikian, maka orang yang menggantikan dua orang sekaligus maka  hajinya tidak sah.
6. Disyaratkan bagi orang yang menggantikan harus dewasa, berakal, merdeka dan laki-laki.
7. Disyaratkan pula si pengganti telah menunaikan ibadah haji. Orang yang menggantikan harus melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji dengan sempuma. Jika ada kesalahan yang dilakukannya sehingga feadah tersebut menjadi batal atau nsak, ia harus menggantinya.
Kemudian, para ulama juga berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya si pelaksana mengambil upah dari ibadah yang diwakilkan kepadanya. Syafi’i dan Maliki memperbolehkannya, sedangkan mazhab Hanafi tidak memperbolehkannya.

Sumber: Ensiklopedi Haji dan Umrah, oleh Drs Ikhwan M.Ag dan Drs Abdul Halim M.Ag



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Skema (Peta Konsep Ihram)

BAB VI BENTUK-BENTUK KOMUNIKASI ISLAM

Bab II SUMBER ILMU KOMUNIKASI ISLAM